Mengapa Obat Sinetis Menciptakan Masalah Baru
Obat bemama tamoxifen (Novaldex), yang saat ini marak digunakan dalam pengobatan konvensional dalam usaha untuk mencegah dan mengohati kanker payudara, mempakan ilustrasi sempuma tentang bagaimana kekuatan-kekuatan ekonomi dapat memegang kendali terhadap penelitian dan pengobatan kanker payudara.
Berkat promosi tak henti dari produsennya, serta kekurangan luar biasa akan pengobatan kanker payudara yang disetujui dan efektif, tamoxifen menjadi Iahap keempat pengobatan medis konvensional untuk kanker payudara payudam, setelah opemsi, radiasi, dan kemoterapi.
Apa itu Tamoxifen?
Tamoxifen adalah obat sintetis nonsteruid yang bersaing dengan estrogen dalam rangka mengikat reseptor estrogen di beberapa bagian tubuh manusia, tennasuk payudara. Saat estrogen mengikat reseptor estrogen dalam sel-sel payudara atau uterus, contohnya, ini akan mengaktivasikan pertumbuhan dan pembelahan scl. Saat tamoxifen, bukannya estrogen menempati reseptor estrogen, tamoxifen akan melumpuhkan reseptor, sehingga tak dapat memicu kejadian kejadian yang akan berhuntut pada pembelahan sel.
Dalam konteks ini, tamoxifen adalah estrogen antagonis atau anti-estrogen. Kita akan lebih mudah mernahami mengapa tamoxifen telah menjadi bagian dari penelitian kanker payudara, bila diteliti sejarahnya.
Kebanyakan alasan penggunaan tamoxifen untuk mengobati kanker payudara berasal dari penelitian yang melibatkau efek tamoxifen terhadap sel kanker payudara manusia dalam tahung kulturjaringan di laboratorium. Selama 30 hingga 40 tahun terakhir, telah dilakukan beberapa usaha keras untuk menemukan oara-cam akurat dan praktis daiam meneliti kanker payudara manusia dalam kullur jaringan,
Beberapa cell line baker payudara berasal dari tumor payudara, dan ini telah digunakan secara luas selama puluhan tahun dalam penelitian mengenai kanker payudara manusia.
Sebagian cell line kanker payudara menggantung reseptor untuk estrogen dan pfogesteron, hingga memperkaya informasi kita mengenai intexaksi hormon-honnon tersebut dengan reseptor mereka.
Sebelumnya, para peneliti mendapati bahwa tamoxifen dengan amat efektif menghambat pertumbuhan sei-sel kanker payudara dalam tabung yang menganduug jaringan dengan reseptor estrogen, namun hanya memiliki efek kecil pada pertumbuhan sel-sel kanker payudara yang tidak memiliki reseptor estrogen, Lambat laun para peneliti mendapati bahwa tamoxifen tidak membunuh sel-sel kanker payudara, melainkan menjadikannya tidur pulas atau membekukannya,
Para ilmuwan menyebutnya sebagai obat cytastatic. Sisi negatif obat ini adalah saat estrogen ditambahkan kembali, sei-sei tersebut rnulai membelah lagi.
Mengingat 70 hingga 80 pexsen dari seluruh kanker payudara mengandung reseptor estrogen, ini memberikan dorongan kuat untuk menguji efek antikanker payudara tamoxifen pada perempuan yang terkena kanker payudara, dan uji-uji klinis dengan tamoxifen berawal d.i awal tahun 1970-an.
Setelah penelitian-penelitian penama, jelas bahwa setelah lima tahun penggxnaan, manfaat anti-kanker payudara tamoxifen mulai memudar. Jelas pula bahwa tamoxifen tidak mempan pada tumor kanker payudara yang tidak dipicu oleh estrogen, atau saat kanker payudara sudah menyebar ke noda limfa_ Lebih jauh lagi, muncul puia berbagai efek samping serius tamoxifen.
Telah jelas dinyatakan dalam penelitian terhadap hewan maupun manusia bahwa tamoxifen dengan cepat menyebabkan penebalan uterus (yang dianggap pendahulu kanker payudara) pada hampir semua subjek penelitiau, dan pada penelitiampenelitian yang pertama sejumlah besar perempuan meninggal akibat kanker payudara endometrial (rahim). Sebagai tanggapan atas ini, Badan Kesehalan Dunia (WHO) telah mencatat tamoxifen sebagai obat yang penyebab kanker payudara.
Dengan kata lain, tamoxifen sebenarnya bukanlah obat anti-estrogen, melainkan memiliki sifat-sifat anti-estrogen saat berada di bagian-bagian tubuh tertentu selama batas waktu tertentu, dan efek-efek estrogenik yang kuat pada bagian-bagian tubuh yang lain. Maka, obat ini dikenal, bersama dengan raloxifene, sebagai Modulator Reseptor Estrogen Selektif (Selective Estrogen Receplor Modulator-SERM).
Efek-efek samping tamoxifen antara lain bertambahnya risiko penggumpalan darah yang berpotensi fatal di pam-pam sehanyak tiga kali lipat, Serta peningkatan risiko stroke, kebutaan, dan disfungsi hati.
Bahkan, tamoxifen sendiri tidak pemah terbukti dapat menumnkan tingkat kematian perempuan yang menggunakannya dalam jangka panjang, meskipun memiliki efek melindungi dari kanker payudara.
Dengan kata lain, bila Anda menggunakan tarnoxifm, obat ini inungkin dapat rnenurunkan risiko kanker payudara untuk sementara waktu, namun ada kemungkinan yang kurang lebih sama besamya bahwa obat tersehut akan membuat Anda terkena penyakit yang sama seriusnya atau membuat Anda meniuggal karena sebab-sebab lain.
Sepanjang pengetahuan kami, manfaat mortalitas tamoxifen dibuat dengan cara mengelompokkan secara statistik pasien DCIS dengau pasien yang memiliki tumor kanker payudara yang dapat terdeteksi dengan diraba.
Seperti yang Lelah kami jelaskan di Bab 3, DCIS sendiri sebenamya bukanlah kanker payudara dan memiliki angka bertahan hidup selama 10 lahun sebanyak 99 persen tanpa pengobatan. Bila Anda mencorct DCIS dari statistik kematian tamoxifen, maka tak akan ada manfaat mortalitas.
Lebih jauh lagi, tamoxifen tidak mencegah terjadinya kanker payudara bagi perempuau, melainkan hanya menundanya, kecuali bagi perempuan di bawah usia 60 tahun dengan kanker payudara node-negative yang telah menjalani histerektomi. Dan penundaan ini berisiko mahal yaitu risiko 2 persen penggumpalan darah yang berpotensi fatal dan kanker payudara endometrial.
Dalam sebuah penelitian besar-besamn yang didanai oleh National Cancer Institute bemama Breast Cancer Prevention Trial (Uji Pencegahan Kanker payudara-pent), 13.000 perempuan yang tidak menderita Imnkerpayudam diberikan tamoxifen atau placebo selama enam tahun atau kurang dari itu (rata-rata lamanya tiga tahun).
Kabamya, 154 perempuan yang mendapat placebo terkena kanker payudara ganas, sementara hanya 85 perempuan yang mengonsumsi tamoxifen terkena kanker payudara tersebut.
Penelitian ini sebenarnya direncanakan untuk dilangsungkan lebih lama lagi, namun kabamya dipotong, agar perempuan yang memakai placebo dapat berpindah ke tamoxifen, Di antara perempuan yang mengonsumsi tamoxifen, 33 di antaranya terkena kanker payudara rahim, sedangkan dalam kelompok lain hanya terdapat 14 orang, dan perempuan yang bemsia di atas 50 tahun memiliki risiko tertinggi.
Perempuan yang mengcmsumsi tamoxifen dalam penelitian ini juga memiliki risiko terkena pulmonary embolisme.
(penggumpalan damh di pam-paru) yang lebih besar tiga kali lipat dibandingkan perempuan yang mengonsumsi placebo (18 perempuan yang mengonsumsi tamoxifen dibandingkan dengan 6 orang yang mengonsumsi placebo); 3 nrang perempuan yang mengonsumsi tamoxifen meninggal akibat penggumpalan darah di paru-paru.
Perempuan dalam kelompok pengonsumsi tamoxifen juga memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita thrombosis pembuluh dalam (penggumpalan darah dalam pembuluh besar) dibandingkan pelempuan yang mengonsumsi placebo (35 perempuan peugonsumsi tamoxifen dibaudingkan 22 peiempuau pengonsumsi placebo).
Perempuan yang mengonsumsi tamoxifen juga tampak memiliki risiko terkena stroke lebih besar (38 perempuan pengonsumsi tamoxifen clibandingkan 24 pengonsumsi placebo). Seluruh efek samping ini merupakan efek kelebihan estrogen. Dan ingat, seluruh perempuan di atas dalam keadaan sehat saat memulai uji coba tersebut!
Efek-efek samping tamoxifen yang lain yang tak begitu berbahaya namun amat tidak meuyenaugkan adalah phlebitis (pembengkakan saluran darah), depresi, rasa mual dan muntah-muntah, hot flash, kekeringan vagina tiugkat tiuggi, dan keluamya cairan dari vagina. Hal depresi adalah efek samping yang amat sering terjadi.
Juru bicara penelitian NCI Multicenter mengakui bahwa penggunaan tamoxifen uutuk pencegahan hanya disarankau bagi perempuan dengan reisiko kanker payudara yang tingg-i, yang ditentukan terutama dengan melihat sejarah keluarga.
Mereka memperkirakan hanya sekitar 0,3 persen perempuan bemsia 39 tahun atau lebih muda akan menjadi calon pengobatan tamoxifen. Lagi pula, akibat meniugkatnya risiko efek samping seiring beitamhahnya tahun pemakaian, kebanyakan dokter mengambil tindakan baksana dengan tidak menyuruh panakaiaunya melebihi lima tahun. Namun diperkirakan 60 persen perempuan di Amerika Serikat yang terkena kanker payudara telah menjalani pengobatan dengan tamoxifen.
Kita dapat menarik dua kesimpulan bam dari penelitian ini: pertama, keefeklifan obat anti estrogen selektif seperti tamoxifen lebih jauh menggarisbawahi peran estrogen yang kuat dalam menyebahkan kanker payudara; dan kedua, mengingat ristkonya, tamoxifen bukanlahjawaban bagi masalah mengimbangi efek penyebab kanker payudara akibat estrogen. Penelitian Tamoxifen Eropa:
Mengapa Hasilnya Begitu Berbeda ?
Dua uji ooba klinis kontrol placebo di Eropa, lebih kecil namun berlangsung lebih lama dibanding U.S. Breast Cancer Prevention Trial, gagal memastikan bahwa terjadinya kanker payudara dapat ditekan dengan penggunaau tamoxifen.
Perbedaan ini mungkin akibat percobaan dilakukau dalam populasi yang lebih muda, mungkin juga akibat angka kepaluhan pasien, atau perbedaan dalam populasi yang diteliti, tenitama dalam perihal tingkat risiko dan sejarah keluarga.
Bagaimanapun, hasil dua Lgii coba yang lebih lama ini, bila dikombinasikan dengan efek samping tamoxifen yang serius, akan menambah keraguan tumtang keputusau untuk mengonsumsi tamoxifen untuk mencegah kanker payudara.
Dalam penelitian yang dilakukan U. Veronmi dan rekan-rekannya, meskipun tidak terdapat perbedaan signifikan dalam frekuensi kanker payudara antara kelompok yang mengonsumsi placebo (22 kasus) dengan yang menggmakan tamoxifen (19) setelah 46 bulan penelitian, namun terdapat penurunan statistik kanker payudara yang signinkan pada perempuan yang mengonsumsi tamoxifen dan juga menjalani terapi penggantian hormon.
Di antara 390 perempuan yang menjalani HRT dan berpindah ke placebo, tenjadi enam kasus kanker payudara berhanding satu kasus, di antara 362 perempuan yang berpindah ke tamoxifen. Namun, bila dibandingkan dengan kelompok placebo, terdapat peningkatan yang signifikan dalam risiko peristiwa vaskular (seperti penggumpalan darah dan stroke) sena hypertriglyceridemia (tingkat tzigliserida tinggi) pada perempuan pengguna tamoxifen. Karena seluruh partisipan sebelumnya telal-| menjalani histerektomi, risiko kanker payudara endometrial tamoxifen hukanlah merupakan faktor dalam penelitian ini.
Dalam penelitian oleh 'lf Powles dan rekan ketja, 2.471 perempuan berusia 30 hingga 70 tahun yang memiliki sejarah kanker payudara dalam keluarganya diberi tamoxifen atau placebo, dan dicatat perkembangannya selama 70 bulan.
Frekuensi kanker payudara keseluruhan selama uji coba pada perempuan pengguna tamoxifen serupa dengan pengguna placebo (pengguna tamoxifen 34, pengguna placebo 36).
Para partisipan yang saat memulai penelitian tengah menjalani HRT memiliki risiko kanker payudara yang lebih tinggi dibanding yang tidak, sedangkan mereka yang memulai HRT selelah mengikuti uji coba memiliki risiko yang secam signifikan lebih rendah.
Frekuensi keselumhan kanker payudara lebih tinggi pada perempuau dalam uji coba ini dibanding uji coba Veronesi mungkin merefleksikan perbedaan kelayakannya. Kelayakan uji coba Powles terutama didasari oleh sejarah keturunan kanker payudara Wanita kuat.
Yang perlu diperhatikan pada penelitian yang kedua adalah kenyataan bahwa empat kasus kanker payudara endometrial terjadi dalam kelompok tamoxifen sedangkan dalam kelompok placebo hanya terjadi satu kasus.
Dalam sebuah editorial dalam jurnal medis Inggris The Lancet, Kathleen Pritchard dari University of Toronto berpendapat bahwa perbedaan antara hasil di AS dan Eropa mungkin akibat kenyataan bahwa tamoxifen hanw meredam pertumbuhan tumor untuk sementara, dan bila perempuan-perempuan Amerika tersebut diikuti lebih lama perkembangannya, hasilnya mungkin lebih serupa.
Manfaatnya pun Tampak Makin Sedikit Sekitar satu tahun setelal-i Breast Cancer Preveniion Dial dihentikan sebelum waktunya, NCI menerbitkan sebuah laporan yang menyimpulkan bahwa kebanyakan perempuan yang bemsia lebih dari 60 mhun memiliki kemurigkinan Iebih besar sakit akihat tamoxifen alih-alih disembuhkan, bahkan perempuan di bawah usia 60 tahun yang masih memiliki utems pun juga terancam.
Meskipun kesimpulan-kesimpulan dalam laporan tezsebut agak rumit, jelas bahwa sementara perempuan di bawah usia 50 tahun tidak terlalu besar risiko sakit akibat obat tamoxifen, lapomn-lapomn awal wng optimis tentang risiko kanker payudara sebanyak 49 persen lebih rendah tidak mendapat dukungan, dan bagi kebanyakan perempuan, obat ini memiliki lebih banyak ancaman dibanding manfaat.
Penelitian ini diikuti beberapa bulan oleh peneliiian lain oleh Van Leeuwen dan rekan-reka.nnya yang diterbitkan oleh The Lancet, yang menunjukkan bahwa tamcxifen bila dikonsumsi dalam jangka panjang tidak akan meningkatkan risiko kanker payudara rahim sebanyak 6,9 kali lipat bagi perempuan yang menggmakannya, paling lidak selama lima tahun, namun kanker payudara tersehut juga berisiko besar bersifat mematikan. Para peneliti tersebut “benar-benar mempenanyakan penggunaan tamoxifen secam luas sebagai agen pencegahan terhadap kanker payudara pada perempuan yang sehat”.
Namun hauya dalam bebempa bulan kemudian FDA menyetujui penggunaan tamoxifen untuk mengobati Ductal Carconima In Situ (DCIS), yang seperti Anda ingat sebenarnya sudah “99% dapat disembuhkad’ dengan menggunakan pengobatan standar yaitu operasi, radiasi, dan kemoterapi (atau mungkin tanpa radiasi dan kemoterapi).
Untuk mengilustrasikan kesimpangsiumn yang merajalela dalam industri kanker payudara, perusahaan pembual tamoxifen mengeluarkan pemyataan untuk pets yang mengumumkan tentang penyetujuan FDA akan penggunaan tamoxifen untuk mengobati DCIS.
Rilisan ini menyatakan bahwa 20 persen dari selunlh kasus kanker payudara yang baru-bam ini terdiagnusa adalah DCIS, dan bahwa “penyetujuan penggunaan tamoxifen untuk mengurangi risiko /can/fer payudara ganas bagi perempuan yang tcrkena DCIS mempakan kemajuan yang panting” (kami menekankaxmya di sini).
Di paragraf selanjutuya, rilisan pers tersebut menyatakan bahwa “DCIS adalah kanker payudara payudzua yang ganus" (ini benar). Dan sejauh ini kita lidak memiliki bukli bahwa perempuan dengan DCIS memiliki risiko lebih besar berkembang menjadi jenis kanker payudara ganas dibandingkan dengan perempuan yang termasuk dalam populasi nomnal. Bahkan, sebuah penelitian justru menunjukkau sebaliknya.
Sebuah pengobatan yang amat berracun diberikan pada perempuan dengan penyakit kanker payudara yang sebenamya sudah 99 persen dapat disemhuhkan, dcngan tujuan mencegah kanker payudara ganas, meskipun tak ada penelitian yang menunjukkan bahwa kemungkinan perempuan-perempuan tersebut terkena kanker payudara ganas lebih besar. Jelaslah bahwa nbatnya ternyata lebih berbahaya dibandingkan penyakitnya sendiri.
Ini mungkin dapat disamakan dengan pemberian kemoterapi pada perempuan karena mendapat hasil papsmear Class ll yang sedikit tidak normal ( indikasi adanya beberapa sel-sel ahnonnal wng sebenamya hanya memerlukan pemeriksaan pap smear ulang enam bulan sesudahnya) alau memotong jari Anda hanya karena lruku Anda patah.
Salah satu skenario yang sering kami dengar dalam surat-surat yang dikirimkan pada kami adalah: seomng perempuan berusia sekitar 55 tahun dengan kanker payudara yang belum menyebar ke noda limfanya menjalani lumpektomi, diikuti radiasi dan kemoterapi, Uterus dan ovariumnya lelah rusak secara permanen akibat radiasi dan kemoterapi, dan ia mengalami gejala-gejala parah hal/lash, berkeringal di malam hari, mood yang cepat bembah, Serta depresi. Kemudian ia diobati dengan tamoxifen dan gejala-gejala lersebut makin parah.
Namun, doktemya, yang bersikems agar ia menjalani HRT beberapa tahun sebelumnya, sekarang menolak memberikau HRT untuk meredakan gejala-gejala tersebut karena takut kanker payudara akan muncul kembali (apakah memang kanker payudara akan tnunbuh kembali pLm dimgxkan), Bila efek samping xadiasi, kemoterapi, dan tamoxifen tidak membunuh perempuan tersebul, ia memiliki polensi untuk hidup selama sekitar 30 tahun lagi.
Namun tanpa ovarium dan pengganliau honnon, risiko terkena berbagai penyaldt kronis akan menjadi liuggi Tragisuya bagi perempuan-perempuan tersebut, dokter mereka tidak mengeni bahwa progeslin dan progeslemn alami lidaklah serupa, dan progestenon bukan hanya memiliki kcmungkinan untuk menoegah kemunculan kembali kanker payudara, namun juga meredakan gejala-gejala di atas.
Perempuan yang ovariumnya tidak berfungsi sama sekali, sering kali membutuhkau suplemen eslriol dan bahkan mungkin testosteron; saran-saran tentang pemberian suplemen honnon secara umum dimuat dalam bagian III.
Pengiklanan Tamoxifen yang Menyesatkan.
Dalam suratnya pada FDA, Cindy Pearson, direklur eksekutifh ringan Kesehatan Perempuan Nasional (National Women Iv Health Network-NWHN), secara elegan membeberkan kebenaran tentang iklan tamoxifen yang dimuat dalam Newsweek. Iklan tersebul benar-benar membuat para perempuan yang berisiko terkena kanker payudara berlari menemui dokter mereka dan memohon agar diberikan tamoxifen. Iklan ini juga merupakan contoh yang amat bagxs tentang bagaimana statistik digunakan secara menipu dalam periklanan dan penulisan abstmk dalam penelilian yung diterbitkan.
Ikian ini menyesatkan karena penggunaan angka risiko absolut dan relatif yang berganli-ganti. Dengan menyelaraskan mlisan yang berbunyi “perempuan yang mengonsumsi Nolvadex tamoxifen menderita kanker payudara 44% lebih sedikit dibandingkan perempuan yang mengonsumsi pil gala" dengan tulisan yang menyatakan bahwa efek-efek samping yang membahayakan kesehatan “hanya terjadi pada kurang dari 1% perempuan," Zeneca secaxa sengaja menciptakan gambaran yang salah temtang rasio risiko/manfaat obat ini.
Kebanyakan konsumen yang membaca leks ini akan mengarlikan bahwa ia memiliki 44 persen kemungkinan mendapal manfaat dari tamoxifen dan kemungkinan mengalami risiko yang bersangkutan hanya 1%.
Bila iklan ini menggunakan risiko relatif secara konsisten, maka pemyataannya adalah perempuan yang mengonsumsi tamoxifen 44 persen lebih sedikit terkena kanker payudara dan 253 persen lebih banyak kanker payudara endometrial.
Alau, bila Zeneca ingin menggunakan angka absolut untuk menyatakan bahwa perempuan memiliki kemungkinan terancam oleh tamoxifen sebanyak lebih kecil dari l persen, maka iklan tersebut sehamsnya menjelaskan bahwa dalam perhitungan absolut perempuan Tersebut
hanya memiliki l-2 pemen kemungkinan untuk mendapat manfaat dari obat tersebut tergautung pada risiko mereka terkena kanker payudara pada awalnya. Kami berharap FDA akan segera bertindak tegas, Kami amat prihatin karena kami percaya bahwa Zeneca telah menurgukkan pola yang salah dalam merepresentasikannya untuk promosi Nolvadex.
Ini bukanlah iklan pertama yang menyesatkan dari kampanye promosi ini, Meskipun FDA telah mengeluarkan surat-surat peringatan pada pemsahaau tersebut sehubungan dengan iklan-iklan sebelumnya, perusahaan tersebut tetap mempromosikan tamoxifen pada konsumen dengan Cara-cara yang menyesatkan perempuan dan mengancam kesehatan mereka. Tamoxifen bukanlah obat bebas risiko. Ada perempuan sehat yang meninggal akibat menggunakan tamoxifen.
Public Citizen Health Research Group (Kelompok Penelili Kesehatan Masyarakat) melayangkan petisi pada FDA untuk merevisi pelabelan tamoxifen, meuyaugkul penggunaanuya untuk mencegah kanker payudara bagi perempuan yang berisiko tinggi terkena penyakit tersebut kamna “.. .dalam uji coba klinis untuk mengetes efek tamoxifen dalam menurunkan insiden kanker payudara, jumlah rmmksi yang berpotensi fatal akibat penggunaannya sama besarnya dengan penumnan angka kanker payudara di kalangan perempuan.
” Cara lain menjelaskan ini adalah“.Nolvadex menghasilkan penumnan kasus kanker payudara sebanyak 2,9 kasus per 1.000 perempuan per tahun (manfaalnya) namun juga meningkatkan jun1lah berbagai peristiwa yang membahayakan jiwa sebanyak 2,8, sepeni kanker payudara rahim, penggumpalan darah, dan stroke.
Tidak ada perbedaan dalam kemampuan bertahan hidup dan tak ada perbedaan dalam angka perempuan yang rneninggal akibat kanker payudara (6 korban dalam kelompok placebo dan 7 korban dalam kelompok tamoxifen).
Angka-angka ini berlaku bagi perempuan yang berpanisipasi dalam ujicoba ini, 75 persen dariperempuan tersebut memiliki risiko 2,0 atau lebih. Perempuan dengan risiko Iebih rendah akan diperkimkan mendapatkan manfaat yang lebih kecil.
Kita meugetahui melalui penelitian bahwa tamoxifen menghambat sebagian ihktor-faktor pertumbuhan yang distimulasi oleh estrogen, dan ini adalah kunci yang penting untuk dikelahui. Namun, dengan begitu banyak efek samping yang serius bahkan mematikan, kami percaya bahwa satu-satunya alasan penggunaan tamoxifen adalah karena pengobatan konvensional memiliki sedikit pilihan.
Setelah satu generasi berlalu, kami percaya bahwa pemberian obat berbahaya ini pada perempuan sehat yang dianggap berisiko terkena kanker payudara akan dipandang sebagai skandal nasional.
Bila Anda bertauya-tanya soal untung yang dapat dikemk clari obat seperti tamoxifen, diperkirakan bahwa setidaknya 60 persen perempuan dengan kanker payudara tengah mengonsumsi tamoxifen, dan bila masing-masing menghabiskan biaya sekilar $1.000 per uahun, maka perusahaan pembuatnya mengantongi $1.000,000,000 atau valu miliar dolar per lahun.
Dalam perspektif ini, bebempa jula dolar per tahun yang digunakan pexusahaan obat untuk membriayai pengiklanan dan PR, dan menyuplai tamoxifen untuk kepentingan uji coba penelilian, tampak amat kecil bila dibanding keunlungan yang dikeruk, Kereta ekspres tamoxifen tengah bexjalan kencang, dan meskipun memiliki manfaat yang amat dimgukan serta bahaya, namun butuh beberapa Yahun, aiau mungkin puluhan tahun, agar kereta tersebut dapat diperlambat.
Banyak dokter yang memberikan obat ini secara otomatis bagi hampir seluruh perempuan yang terkena kanker payudara, tanpa memedulikan usia alau apakah mereka memiliki uterus, dan lampaknya laripa memedulikan peringatan penelitian NCI terhadap penggunaan yang sembarangan seperti itu.
Tamoxifen Dan Progesteron?
Banyak perempuan menulis surat pada kami mengatakan bahwa mereka tengah menggunakau tamoxifen, dan menanyakan apakah mereka juga dapat menggunakan progesteron. Setahu kami tidak ada Kontra-indikasi dalam hal ini, bahkan mungkin dapat mengimbangi beberapa efek samping estrogcnik, Namun pada kenyataannya kita tidak tahu pasti dan tidak memiliki cara untuk mengetahui secara pasti, tanpa memiliki banyak pengalaman klinis alau penelitian-penelilian tentang perempuan yang menggunakan tamoxifen dan progesteron sekaligus.
Kami lebih ingin melihat penelitian tentang perempuan dengan kanker payudara yang hanya menggunakan progqvleron, hingga perempuan tersebut akan mendapat semua manfaat penanding estrogen tanpa efek-efek samping yang berbahaya!
Raloxifenez SERM Yang Lain
Raloxifene (nama ruerknya adalah Evista) merupakan Selective Estrogen Receplor Modulator (modulator penerima estrogen yang selektii) yang sempa dengan tamoxifen. Mcskipun raloxifene sepertinya tidak menyebabkan kanker payudara rahim seperti halnya tamoxifen, dan tidak meuingkatkan kepadatan payudam dalam tes mamogram, namun efek- efek sampingnya temp harus diperhitungkan.
Penggunaan obat ini diasosiasikan dengan meningginya risiko terkena influenza (flu), kram pada kaki, peripheral edema (pembengkakan pada kaki dan tangan), serta cairan rongga endomentrial. Namun, yang lebih signifikan aclalah temuan bahwa perempuan yang memakai raloxifene, tiga kali lipat lebih mwan mengalami penggumpalan darah di pembuluh dibaudingkan pengguna placebo: Tampaknya raloxifene, sepeni halnya estrogen alami, memiliki keceudemngan menyebabkan venuous thromboemboli (penggumpalan darah di pembuluh).
Efek estrogen tanpa tandingan ini tak boleh dipandang sebelah mata: Pulmonary emboli (penggumpalan darah di pam-pam) bisa mematikan.
Raloxifene juga lampaknya tak memiliki manfaat estrogen pada otak, atau efek anti pembengkakan pada pembuluh darah. Efek keseluruhannya pada tulang lebih bersifat netral dibanding bermanfaat. Meskipun sampai saat ini raloxifene tidak disetujui FDA untuk mengobati kanker payudara, namun tetap dilangsungkan kampanye massal yang tersusun baik untuk meyakinkan publik Serta dokter bahwa obat ini bekerja, sama baiknya dengan tamoxifen.
Seomng hakim dari New York akhirnya memerintahkan produsen mloxifene agar berhenti mengiklankan bahwa produk mereka mencegah kanker payudara, namun suclah terlanjur; para perempuan mulai menauyakan obat tersebut dan para dokter pun mulai memberikannya.
Sebuah uji coba pencegahan kanker payudara hesar-besaran yang dikenal dengan STAR tengah merekmt perempuan sehat dengan risiko kanker payudara tinggi untuk membandingkan keberhasilan dan keamanan tamoxifen dan ialoxifene. Mungkin akan sangal menghibur bila perempuan yang mengikuti uji coba ini akan menjadi “bin1ang", kalau saja tragedinya juga tidak ada.
Kami tidak menyarankan Anda untuk menjadi kelinci percobaan perusahaan obat dengan cara mengonsumsi hormon sintetis yang Lidak alami. Itu tidak akan memhantu menoegah pengurangan tulang sebaik estrogen yang sesungguhnya, dapat menyebabkan ho! flash, meningkatkan risiko penggumpalan darah, dan kita benar-benar tidak lahu sebaik apa honnnn tersebut dalam mencegah alau menghentikan kanker payudara.
(Berkat penelitian tentang efek raloxifene pada tulang yang juga meneliti kanker payudara, kemungkinan besar, mloxifene jnga memiliki profil yang sama dengan efek-efek tamoxifen pada kanker payudara, dengan risiko kanker payudara rahim yang lebih kecil.) Karcna merupakan obat sintetis, efeknym pada hati pun keras, dan The Lancet telah melaporkan sebuah kasus hepatitis pada perempuan yang mengonsumsinyai.
0 Response to "Tamoxifen Dan Raloxifene"
Posting Komentar